FIRMAN.SP.d.SD

FIRMAN,SPd.SD       Aku terlahir dari seorang wanita paruh baya disebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota metropolitan. Ibu yang tak pernah mengeluh dal...

Selengkapnya
Navigasi Web

Biografi


FIRMAN,SPd.SD

      Aku terlahir dari seorang wanita paruh baya disebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota metropolitan. Ibu yang tak pernah mengeluh dalam mengasuh, menjaga dan mendidikku. Ibu yang tak pernah merasa lelah walau setumpuk pekerjaan rumah tangga menanti antri dirumah. Mencuci, masak, menyapu dan menumbuk padi hasil panen Ayah kemarin. Ayah sosok seorang pria yang bertubuh atletis yang tegas dan disiplin. Ayah yang selama ini menjadi tulang punggung dalam keluarga kecilku.  Seorang tenaga pengajar disebuah sekolah  yang tak jauh dari tempat tinggalku. 

       Suasana kampung dan masyarakat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan masih sangat tradisional. Jumlah penduduk tak lebih dari 200 jiwa. Masyarakat menggantungkan hidup dari bertani, beternak dan mengerjakan ladang. Cara bercocok tanam masih sangat tradisinal. Membajak sawah dan mencangkul menjadi pemandangan sehari hari dikebun dan disawah. Tak pernah terpikir oleh mereka Traktor tangan dan pupuk seperti zaman sekarang. Hasil pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Musim hujan mereka turun kesawah. Jagung dan singkong menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat pada saat itu.

      Alat transpotasi pada saat itu asing bagi mereka. Mobil, motor  yang melintas masi bisa dihitung dengan jari. Jalan provinsi yang melintas didepan rumah masih berlapiskan  kerikil yang tak beraturan. Disisi kiri kanan jalan menganga lubang - lubang yang kadang membuat mobil terjebak. Dimusim hujan air menggenang dimana - mana. Asap dari knalpot dan debu yang beterbangan dimusim kemarau, adalah pemandangan yang tidak asing. Rumah yang beratapkan ijuk dan rumbia terlihat kotor. 

         Setiap hari aku berangkat sekolah bersama Ayah. Usiaku saat itu baru menginjak 12 tahun.  Guru kelas 6 yang mengajar dikelasku saat itu, tinggal dikampung sebelah berjarak kurang lebih 2 kilometer dari sekolah. Setiap hari kutempuh dengan berjalan kaki bersama beberapa tenan sekampung saat Ayah berangkat lebih awal. Kugenggam erat batu tulis, yang menjadi satu - satunya tempat untuk menulis pelajaran yang diterima disekolah. Kuayun langkah dengan pasti untuk sampai dan datang tepat waktu sebelum jam sekolah mulai. Akhir Desember tahun 1976 aku tamat dari sekolah itu. Ku peroleh ijazah SD dengan nilai yang cukup untuk melanjutkan pendidikanku ke Sekolah  Menegah Pertama. 

            Kulanjutkan pendidikan disebuah sekolah cukup ternama di Ibukota Kabupaten. Sekolah yang dipimpin seorang Kepala Sekolah yang punya kredibilitas yang cukup tinggi dalam memajukan dan mengembangkan sekolah. Banyak prestasi yang telah diraih dengan piala yang berjejer rapi diruang Kepala Sekolah. Beberapa Guru senior yanya cukup banyak pengalaman mengajar disekolah kami. Drs.Syarifuddin, Drs. Buntu, Dra. Zahariah dan Dra. Hadijah Tuppu merupakan ujung tombak pengajar di Sekolah Kami. Drs. Inung dan Dra. Darna Syampewali juga pengajar yang berpotensi walau usia pada saat itu masih muda. Sangat bangga menjadi salah seorang siswa yang dapat mengecap pendidikan di sekolah itu. Tiga tahun lamanya mengecap pendidikan, dan Juli 1978 selesai kutimba ilmu di sekolah itu.

        Kudekap ijazah kuberdiri tegap dipinggir jalan menunggu mobil yang akan mengantarku kekota dimana terdapat sebuah sekolah Pendidikan Guru itu berada. Kota yang dijuluki kota "Niaga atau Bandar Madani". Bersama Ayah kududuk dipojok sebelah kanan belakang supir, kuteteskan air mata sambil melambaikan tangan untuk ibu dan adikku tercinta. Terlihat diwajah - wajah polos mereka beribu harapan untukku. Kubalas dengan lambaian tangan, dalam hatiku berguman...Ibu, adik adikku,  doa dihatimu Insya Allah akan kubuktikan  padaMU. Dalam perjalanan seribu tanya menggelayut dibenakku. Bagaimana, mengapa, dan dengan cara seperti apa nantinya aku menuntut ilmu di sekolah itu ?. Bagaimana model pembelajarannya ?. Seperti apa sih gedungnya gurunya dan siapa - siapa temanku nantinya?.  Tak terasa menempuh perjalanan kurang lebih 80 km, kamipun sampai di Kota itu. Kulihat Ayah mengeluarkan dompet dan menyedorkan uang ribuan 3 lembar. Oh...Rp. 1.500 perorang,  itu pikirku. Kutepiskan semua unek unek yang semenjak awal perjananan memenuhi otakku dan belum terjawab. Kutapakkan kakiku " Bismillahirrohmanirrahim ".

         Keesokan harinya kutelat tetbangun, semalaman mataku tak bisa tidur nyenyak. Mungkin tempat tidurku tak senyaman balai balai dirumah walau berlapiskan kasur berisikan kapuk buatan ibunda tercinta. Setelah meneguk secangkir teh, makan sepotong "Deppa tetekan"  Kamipun mohon pamit.  Kukenakan celana panjang yang pertama kalinya diusiaku 15 tahun. Ayah dan aku memakai celana yang sama kesekolah itu. Sebuah bangunan dimana mobil angkutan itu berhenti. tertulis " SEKOLAH PENDIDIKAN GURU (SPG ) 40 PARE - PARE. Halaman depan tampak sangat ramai oleh orang tua dan calon siswa baru kelihatan berjejal. Dari suara mikrofon yang agak serak terdengar namaku disebut. Dihadapan panitia penerimaan siswa baru setelah mengisi pormulir. Aku ditanya.."Anak sekolah disini tujuannya untuk apa.?". Kujawap spontan " Ayah yang ajak ". Bapak yang perawakannya cukup kekar dimata saya, menelisik pakaian yang saya kenakan mulai dari atas sampai kebawa. Oh....!!!. Sudah guru koq mendaftar disekolah Guru". Aku heran. Dengan tatapan yang tajam menunjuk celana yang saya kenakan sambil berkata.." itu celana yang anakda kenakan kan celana Guru"..Kupikir lucu juga nih Bapak. Terlihat bapak panitia dan Ayah saling menatap dan tertawa sedikit terbahak. Ayah kenal ya..sama ini bapak, pikirku. Ayah mengelus kepalaku sambil berucap.."Nak itu celana yang kamu pakai sisa kain Ayah untuk Celana dinas Ayah kemarin. Kami bertiga dan Orang - orang yang mendengar percakapan kami tertawa. Suasana jadi nyaman. Satu kelucuan yang kudapatkan disaatl mendaftar di sekolah itu. Alhamdulillah.

            Hari senin pertama aku menginjakkan kaki dihalaman sekolah itu, sangat ramai oleh teman murid baru. Kami semua merasa asing. Hanya kami bisa saling menatap dan kadang aku tersipu malu bila salah seorang wanita cantik teman baru ku  menatap kearahku. Kukontrol emosiku agar aku tak terlihat pemalu didepan mereka. 

         Acara penyambutan oleh kepala Sekolah sudah dimulai. Kami berbaris dengan sesama jenis. Teman wanita baru kami juga berbaris rapi disebelah kiri kami. Termasuk wanita yang tadi menatapku.  Anak - anakku sekalian yang saya cintai dan saya banggakan....ini hari pertama kalian brrtatap muka dengan saya dan guru - guru yang Insya Allah akan mendidik dan mengajar kalian. Semoga nantinya 3 tahun ke depan anak - anakku sekalian dapat berhasil menyelesaikan pendidikan disekolah ini dengan hasil yang maksimal..Setengah jam kemudian Bapak Drs.Muhammad Arsyad Pina, mengakhiri upacara penyambutan itu. Billahi taufik walhidayah. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

        Hari kedua kami masuk kekelas bersama rekan dari beberapa kabupaten yang mayoritas penduduknya adalah suku bugis. Tempat dudukku paling pojok sebelah kiri dikursi paling belakang. . Diselahku duduk seorang pria Bertubuh kerdil  dengan rambut lurus berkulit putih. Guru yang masuk pertama kali di kelas ku seorang pria berusia hampir senja yang tinggi dan agak kurus. Dia mulai mengabsen kami yang berjumlah 35 siswa. Pria yang disampingku i menyahut " hadir Pak ". Aku menoleh padanya dia tersenyum kubalas senyum itu. Dan kami saling bettatapan. Kudengar suara Guru mengabsen. JOHANNIS TATO. Diapun menyapaku dengan ramah. Kami mulai saling akrab walau hanya sedikit pertanyaan dari Kami berdua. 

           Guru Didaktik dan Metodik Unum itu lanjut memberikan arahan dan pengenalan pertama tentang sekolah kami. Sambil bercerita Se sekali Guru yang di kenal dengan mama Pak Bausad itu bertanya. Sebuah pertanyaan ditujukan umum kekami. Negara apa yang paling kaya didunia..?? .Ini kutipan pertanyaan bapak yang selalu kuingat sepanjang masa. Spontan aku yang duduk paling belakang dan termasik paling kecil dan termuda saat itu, mebgacungkan tangan dan menjawab.."Kuwait Pak". Guru itu mengacungkan jempol, suasana kelas jadi riuh rendah oleh tepukan dan sorak sorai teman ku. Siapa namanya.? Kujawab  *Firman" lanjut menanya  asal sekolah,, Kujawab SMP Negeri 1 Enrekang. Kulihat gadis didepanku menoleh berbisik "sekampungku".. Dalam hatiku iyakah..? Berarti aku tidak sendi. Kulihat Guru agak maju kedepan dan berucap Alhamdulillah. Srkampung saya Enrekang. Aku sedikit bangga, dapat menjawab pertanyaan pertama dikelas kami. Alhamdulillah.  Kurang lebih 50 menit Guru kami itu pamit dan memberikan semangat, Belajar yang baik kalau mau jadi Guru yang hebat. Serentak kami menjaeab Insya Allah Pak. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu. Alaikum salam warahmatullahi wabarakatu. Guru itupun berlalu.

           Jam istrahat kami keluar dan sebagian teman ada yang masih asyik saling bertanya nama dan Asal usul mereka. Kuraih teman sebangku, kuajak menuju kantin yang ada dibelakang sekolah. Kamipun asyik menikmati goreng ubi dan Sarabba. Beberapa teman siswa baru yang baru kali ini kulihat, terlihat masuk dan dudul berhadapan dengan kami. matahari sudah merangkak naik. Kulihat jam merek Seiko ditangan kiri ku sudah menunjukkan jam 10.15. Kamipun berlalu dari kantin itu.

           Tak terasa sudah 6 bulan lebih kutuntut ilmu di sekolah itu. Pembagian kelas dan jurusan pun diumumkan. Menurut penyampaian pembagian kelas berdasarkan nilai perolehan hasil belajar 6 bulan pertama. Kelas Matematika...Satu persatu nama demi nama disrbut. Aku sedikit kaget dan juga merasa bangga saat namaku disebut masuk dalam kelas matenatika diantara 30 Siswa lainnya. Berikut disebut berturut turut kelas IPA 2 kelas, IPS 1 Kelas dan terakhir, kelas Ketrampilan 1 kelas yang semuanya wanita.

           Tempat tinggal dan jarak kesekolah kutempuh dengan jalan kaki kurang lebih 1 km, selama se tahun. Tahun kedua berangkat dan pulang sekolah mengayuh sepeda bekas pemberian  Ayah. Pertengahan tahun kedua tempat sekolah kami berpindah ke gedung baru yang berjarak 2 km dari sekolah yang lama. Sepeda kuparkir jarak tempuh kesekolah kurang lebih 5 km. Aku beralih mencarter mobil angkutan kota yang dibayarperbulan.

        Suasana, tempat dan pasilitas gedung baru itu sangat mewah. Dan termewah pada saat itu diantara beberapa sekolah tingkat Atas. Kami sangat bangga dan bersyukur. Semangat dan ketekunan kami dalam belajar semakin tinggi. Guru mata Pelajaran Matematika pada saat itu yang dua duanya laki - laki terbilang sangat tegas dan sedikit ektrim. Mereka tidak kenal kompromi terhadat siswa yang melanggar. Saya dan teman memberikan gelar " Pa Killer"...Guru yang Pendek dan gemuk  berasal dari Suku Makassar. Yang satunya dari Suku Toraja. Mereka berdua sangat telaten mendidik dan mengajar kami. Kamipun sangat sopan dan hormat padanya.        

            Diantara teman sekelas dan kelas lainnya sudah saling kenal. Saat istrahat satu sama laun saling berbaur dengan berbagai kesibukan dan urusan mereka. Tak jarang kami berpapasan dengan guru - guru kami. Saling menyapa dan kadang percakapan diantara kami menimbulkan gelak tawa. Suasana kekeluargaan disekolah itu terasa sangat rukun. Sebagai siswa kami sangat hormat dan segan. 

 

search

New Post